Sabtu, 14 Maret 2015

TUGAS 1 BIOTEKNOLOGI

Rahasia Industri Tekstil Ramah Lingkungan: Rekayasa Genetika Serat Pisang Abaka (Musa textilis)


Industri tekstil merupakan salah satu industri paling berkembang di Indonesia. Prosentase perkembangannya sebesar 0,85% per tahun. Namun perkembangannya yang cukup pesat ternyata juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat dan lingkungan. Bagaimana tidak? Limbah yang dihasilkan oleh industri tekstil dapat meningkatkan resiko kerusakan lingkungan, terlebih jika limbah tersebut tidak ditangani dan diolah dengan baik (Guswandhi, dkk., 2007). Salah satu masalah yang paling mengganggu dari limbah industri tekstil adalah zat warna yang dikandungnya. Karena sekitar 10-15% dari zat warna yang sudah digunakan tidak dapat dipakai ulang dan harus dibuang. Dalam industri tekstil, zat warna merupakan salah satu bahan baku utama, karena zat warna inilah yang akan mewarnai serat dalam industri. Adapun serat yang digunakan sebagian besar berasal dari serat kapas, lenan, rayon, dan pisang.


Zat warna yang dikandung limbah industri tekstil tersebut dapat mengganggu kesehatan, misalnya iritasi kulit dan iritasi mata hingga menyebabkan kanker serta dapat menyebabkan terjadinya mutagen. Untuk mengurangi resiko tersebut, terdapat suatu altematif baru yang dapat dikembangkan, yakni melalui aplikasi salah satu bidang bioteknologi dalam upaya pewarnaan serat, yaitu Rekayasa Genetika. Adapun serat yang digunakan adalah serat pisang Abaka (Musa textilis), karena serat pisang Abaka ini merupakan serat yang sering digunakan sebagai bahan baku tekstil berupa pakaian (Wibowo, 1998). Melalui langkah ini, selanjutnya akan dihasilkan serat pisang Abaka yang memiliki warna sesuai kebutuhan, sehingga limbah warna dalam industri tekstil dapat dikurangi.


Tanaman pisang Abaka merupakan tanaman yang termasuk dalam divisi Magnoliophyta dengan kelas Liliopsida. Pisang Abaka merupakan anggota dari ordo Zingiberales dengan famili Musaceae dan genus Musa, serta termasuk dalam spesies M. textilis. Tanaman pisang Abaka memiliki nama binomial Musa textilis (Wibowo, 1998). Tanaman Abaka termasuk dalam pisang (Musacease) yang dikategorikan sebagai pisang jantan, karena pisang ini, tidak menghasilkan buah. Produksi utama dari budidaya tanaman pisang ini adalah berupa serat (fiber) yang terkenal dalam perdagangan internasional sebagai serat berkualitas tinggi, sebab serat pisang Abaka ini tahan terhadap air garam sehingga banyak digunakan sebagai pembungkus kabel bawah laut atau tali temali pada kapal. Namun belakangan ini serat pisang Abaka juga banyak digunakan untuk bahan baku kerajinan rakyat seperti bahan pakaian, anyaman topi, tas, peralatan makan, kertas rokok, dan sachet teh celup (Wibowo, 1998).
Rekayasa genetika untuk membuat pisang Abaka dengan serat berwarna dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu, pengklonan gen pembawa warna, persiapan tanaman yang dilakukan dengan kultur jaringan (kultur in vitro), dan transformasi DNA ke sel dalam jaringan pisang Abaka.



Bagaimana Cara Pengklonan Gennya???
Pengklonan gen dilakukan dengan bantuan plamid dari bakteri Agrobacterium tumefaciens. Bakteri ini merupakan fitopatogen tanah yang menyebabkan penyakit tumor (crown gall) di dalam jaringan luka pada berbagai macam tanaman dikotil dan mempunyai kemampuan untuk memindahkan DNA ke dalam sel tanaman. Tahap ini terdiri dari pengisolasian vektor atau plasmid dan DNA sumber gen, penyelipan DNA ke dalam vektor, pemasukan plasmid rekombinan ke dalam sel bakteri, pengklonan sel-sel bakteri beserta plasmid rekombinan, dan identifikasi klon sel yang membawa gen warna.

Bagaimana Penyiapan Sel Tanamannya???
Sel tanaman yang ditransformasi dengan plasmid Agrobacterium tumefaciens adalah jaringan tanaman kultur in vitro pada tahap eksplan. Seperti pisang pada umumnya, jenis kultur jaringan yang digunakan pada pisang Abaka yaitu kultur pucuk yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas atau cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi invivo.

Bagaimana Transformasi Gen Warna ke dalam Sel Abaka???
Transformasi DNA pembawa kode warna ke dalam sel pisang Abaka yang dikultur dilakukan dengan menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Transformasi DNA menggunakan Agrobacterium tumefaciens umumnya digunakan pada tumbuhan dikotil karena tumbuhan tersebut lebih rentan terhadap infeksi Agrobacterium (Campbell, dkk., 2002). Namun menurut penelitian yang dilakukan, penggunaan Agrobacterium juga telah berhasil dilakukan pada tanaman monokotil termasuk pisang.

Apa Keunggulan Pisang Abaka Serat Warna???
Adapun keunggulan dari serat pisang Abaka yang dihasilkan melalui teknik rekayasa genetika adalah menghasilkan serat berwarna alami yang ramah lingkungan, warna serat pisang abaka lebih tahan lama dengan keragaman sifat yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan warna serat secara langsung diperoleh dari pohon pisang Abaka, sehingga tidak memerlukan proses pewarnaan sintetis atau buatan. Melalui teknik rekayasa genetika ini juga akan dihasilkan serat pisang Abaka yang memiliki sifat yang penuh keuletan (tenacity), daya mulur (elongation), kehalusan (fineness), kebersihan (cleanliness), panjang (length), dan serat alam pisang Abaka yang bersifat non-abrasif serta memiliki sifat mampu bentuk (formability) yang baik dengan berat yang lebih ringan dibandingkan serat sintesis (kerapatan massa serat alam setengah dari kerapatan massa serat gelas). Disamping itu, intensitas warna serat yang dihasilkan, jauh lebih rendah dibandingkan dengan warna sintetis, sehingga pengaruh dimata selalu menimbulkan kesan yang sejuk dan menyehatkan mata. Warna serat Abaka akibat teknik rekayasa genetika cenderung menampilkan kesan luwes, lembut, dan menghasilkan nada warna yang unik. Sehingga nilai ekonomis serat Abaka menjadi lebih tinggi daripada memakai warna sintetis, sebab pewarna alam akan menghasilkan warna-warna elegan, bercitarasa tinggi, dan mengurangi pencemaran lingkungan. Pemakaian zat warna alam di beberapa negara masih diyakini lebih aman dari pada zat warna sintetis karena sifatnya yang non karsinogen.

Serat Warna Pisang Abaka (Musa textilis)

Warna Alami Bahan Baku Tekstil dari Serat Pisang Abaka









Referensi :

Campbell, Neil A. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Guswandhi, James S.P. P., Sri H. S., Wardono N. dan Tjandra S. 2007. Penghilangan Warna Limbah Tekstil Dengan Marasmius sp. dalam Bioreaktor Unggun Tetap Termodifikasi (Modified Packed Bed). Bandung: ITB.
Wibowo, A. 1998. Abaca (Musa textillis Nee) Penghasil Serat. Duta Rimba. Volume XXIV. Nomor 222. Halaman 31-37
Ni Putu Eka Umarista Apriliani, dkk. 2012. Aplikasi Rekayasa Genetika Dalam Mewujudkan Industri Tekstil yang Ramah Lingkungan. https://www.academia.edu/6245935/Aplikasi_rekayasa_Genetika_dalam_Mewujudkan_Industri_Tekstil_yang_Ramah_Lingkungan_Studi_Pendahuluan_terhadap_Pisang_Abaka_Musa_textilis_. Diakses tanggal 13 Maret 2015 pukul 19.43 WIB.

Jumat, 27 Desember 2013


Biodegradasi Plastik, Ulah Bakteri???

Tidak aneh lagi melihat pemandangan seperti gambar di atas. Di jalan, selokan, sungai, dan sudut-sudut lain yang dekat dengan lingkungan tempat tinggal. Plastik, siapa yang tidak membutuhkannya? Hampir setiap hari kita membutuhkan plastik untuk berbagai hal, yaitu sebagai pembungkus makanan, minuman, peralatan rumah tangga, peralatan sekolah, peralatan kantor, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena plastik memiliki sifat unggul, yakni kuat, transparan, fleksibel, tidak mudah pecah, ringan, sebagian ada yang tahan terhadap panas dan stabil, serta harganya ekonomis terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Plastik dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang makin meningkat. Dewasa ini, plastik benar-benar mempengaruhi hidup kita. Setiap hari hidup kita tak dapat terlepas dari plastik. Berjenis-jenis plastik beredar di pasaran, masing-masing jenis plastik memiliki sifat khusus. Bagaimanapun, kita harus menggunakan plastik itu sesuai fungsinya. Suatu masalah besar terjadi dengan munculnya plastik daur ulang yang membahayakan kesehatan, yaitu mengandung PVC. Seharusnya tas plastik ini tidak digunakan untuk makanan panas, berminyak atau mengandung alkohol, namun kesalahan penggunaan telah terjadi. Plastik jenis terakhir inilah yang perlu diwaspadai.
Namun apakah pernah terpikirkan oleh kita akan dikemanakan plastik-plastik bekas yang sudah tidak terpakai lagi? Plastik-plastik bekas yang sudah tidak terpakai akan tercecer dan terkadang dibuang sesuka hati oleh manusia. Di tanah, sungai atau saluran air, bahkan di air yang tergenang. Lantas bagaimana plastik-plastik tersebut dapat terurai?
Biodegradasi adalah penyederhanaan sebagian atau penghancuran seluruh bagian struktur molekul senyawa oleh reaksi-reaksi fisiologis yang dikatalisis oleh mikroorganisme. Biodegradabilitas merupakan kata benda yang menunjukkan kualitas yang digambarkan dengan kerentanan suatu senyawa (organik atau anorganik) terhadap perubahan bahan akibat aktivitas-aktivitas mikroorganisme (Madsen, 1997) dan biomassa (Kaplan di dalam Ching et.al, 1993). CO2 terlepas di dalam proses respirasi, dimana karbohidrat (gula) dioksidasikan dan terbentuklah energi. CO2 terlepas juga di dalam proses fermentasi dan di dalam proses penguraian lainnya yang dilakukan oleh mikroorganisme. Jika zat karbon tidak terlepas lagi ke udara, maka kehidupan akan berhenti. Di dalam sirkulasi zat karbon ini, mikroorganisme memegang peranan penting yaitu sebagai pengurai (Dwidjoseputro,1978).
Seperti yang kita ketahui, plastik adalah materi yang sangat sulit untuk diuraikan secara alamiah. Plastik tergolong senyawa polimer, strukturnya terdiri atas rantai atom karbon, C yang panjang, masing-masing atom C mengikat atom hidrogen, H. Selain itu, rantai atom C mengandung atom oksigen, O. Sedangkan jika dibakar akan berbahaya bagi paru-paru. Saat ini ada produk plastik dari politen dan polyester poliurethan yang bermassa molekul rendah yang dikembangkan. Sebenarnya ada dua jenis plastik, non biodegradasi dan biodegradasi. Plastik jenis non biodegradasi tidak dapat diurai oleh mikroba. Jika plastik ini ternaman di tanah, mikroba tak mampu memutuskan ikatan rantai atom C-nya. Sedang plastik biodegradasi dapat diurai oleh mikroba. Plastik ini bukan pencemar/polutan bagi tanah, dikatakan plastik ini aman lingkungan. Plastik biodegradable disukai mikroorganisme sehingga plastik tersebut mudah di uraikan oleh mikroorganisme yaitu seperti, artinya plastik ini dapat duraikan kembali mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan.
Lantas bakteri apa yang berperan dalam biodegradasi plastik sehingga membantu mengurangi pencemaran??
Mikroorganisme memainkan peran kunci dalam proses biodegradasi di lingkungan (Gu, 2003). PHA merupakan polimer biodegradable yang terakumulasi sebagai cadangan makanan dan energi pada beberapa mikroorganisme dalam kondisi yang tidak seimbang, dimana sumber energi (karbon) yang berlimpah, sedangkan nutrisi seperti N, P, S dan O terbatas (Lee dan Choi, 1999). Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar yang nantinya dapat dihancurkan atau diuraikan oleh mikroorganisme. Mikroba ini yang mampu menggunakan senyawa karbon yang terkandung di dalam polimer akan melimpah jumlahnya sementara yang tidak bisa menggunakanya tidak akan mampu bertahan. Mikroba ini memiliki beragam jalur degradasi polimer sejalan dengan keanekaragaman mikroorganisme yang memetabolisme hidrokarbon aromatik. Sifat fisik dan kimia alami pada proses pembusukan pada beragam material merupakan karakteristik utama biodegradasi. Oraganisme seperti ini disebut biodeteriogen yang memiliki kemampuan saprotrofik dengan menggunakan substrat untuk keberlanjutan pertumbuhan dan reproduksinya (Pinzari et al., 2006).
Dan adalah Methylococcus capsulatus yang berperan dalam biodegradasi plastik dan berperan dalam mengurangi pencemaran linkungan.
Bisa dibayangkan jika tidak ada bakteri yang satu ini? Seberapa banyak pegunungan dan lautan plastik yang ada di lingkungan kita? Bakteri saja bisa menjaga lingkungan, kenapa kita tidak?




REFERENSI

Isobe, S. Properties of plasticized-zein film as affected by plasticier treatments. In Formula dan rekayasa proses pembuatan biodegradable film dari zein jagung. Bogor: Paramawati, R.: PPS – IPB. 1999.
Stevens, ES. Green plastics: an introduction to the new science of biodegradable plastics. Princeton University Press the use of environmental marketing claims. Washington D.C: U.S. Federal Trade Commission. 1992.
Maria Ulfah. Kajian Biodegradasi Bioplastik Berbasis Poli-β-Hidroksialkonat (PHA) Dengan Pemlastis DemetilFtalat, Dietil Glikol dan Polietilen Glikol Pada Lingkungan Tanah yang Berbeda. http://F07mul.pdf. 2007. Diakses pada 26 Desember 2013. Pukul 13.00 WIB.
Sumarsih. Mikroba dan Lingkungan. http://vii-mikroba-dan-lingkungan.pdf. 2008. Diakses pada 26 Desember 2013. Pukul 14.24 WIB.